Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Strategi mengelola waktu untuk mencapai visi, misi dan tujuan hidup

  • Jumat, 14 Januari 2011
  • Berbagi Kesegaran


  • Strategi mengelola waktu untuk mencapai visi, misi dan tujuan hidup
    Oleh : Team Creative Fresh Trainer
    SESAL
    seandainya aku remaja kan kugali potensi diri kulebur dalam kompetisi dan aku menang
    seandainya aku dewasa kan kucipta karya dengan segala nuansa dan aku bangga
    kini ku renta sudah kulihat remaja dan dewasa tanpa karya, tanpa karsa bahagia semu yang sia-sia..

                Sebagai manusia beragama sebenarnya visi, misi, dan jalan hidup serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membentuknya merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allh SWT, dan karenanya bersifat given. Allah SWT menetapkan bahwa kehidupan manusia bermula dari alam rahim, kemudian alam dunia, lalu alam barzah, dan terakhir alam akhirat. Maka, ujung dari kehidupan manusia adalah kehidupan di akhirat. Disana kehidupan manusia berhenti pada keabadian.
                Demikianlah misi hidup merupakan bagian paling substansi dari keyakinan. Kesalahan besar yang sering kita lakukan adalah merumuskan hidup di luar hakikat besar tersebut, atau menjadikan peran-peran yang kita inginkan  sebagai misi hidup. Ia hanya merupakan instrument yang kita perlukan untuk mencapai kehidupan yang terhormat di akhirat. Misi hidup kita adalah beribadah kepada Allah SWT, dalam arti yang seluas-luasnya : Mendapatkan Ridho dari Allah SWT.
                Untuk mencapai misi itu, Allah SWT memberikan fasilitas kehidupan yang kita sebut waktu atau umur sebagai batas kerja atau batas masa uji. Kehidupan kita harus kita pertanggungjawabkan di depan Allah SWT. Allah SWT menurunkan kitab suci (al-Qur’an)  sebagai petunjuk pelaksana “Guide Line” dalam menjalani hidup, dan mengutus Nabi dan Rasul sebagai “komunikator” yang memberikan perjalanan bagaimana penjelasan dan bagaimana mengoperasikan sistem kehidupan yang ada dalam buku petunjuk.
                Satu hal yang tidak penah dijelaskan Allah SWT secara terbuka adalah jatah umur masing-masing sebagai manusia. Jatah umur itu tetap dipertahankan Allah SWT sebagai rahasia diantara banyak rahasiaNya. Jatah umur kita hanya di catat di lauh mahfud tetapi tidak pernah disampaikan kepada kita. Tidak ada alasan yang tertera secara tekstual mengapa Allah SWT mempertahankan hal itu sebagia rahasiaNya. Yang kita dapat pahami hanyalah hikmahnya : supaya setiap saat kita siap menghadapi akhir kehidupan kita, untuk selanjutnya memasuki masa pertanggungjawaban.
                Konsekuensinya adalah perencanaan hidup kita menjadi sangat relative di penuhi oleh ketidakpastian. Namun, dengan keadilan Allah SWT, setiap manusia mendapatkan beban pertanggungjawaban sesuai dengan fasilitas yang diberikan Allah SWT kepadanya. Yang kita pertanggungjawabkan adalah masa hidup kita sendiri: rasio keseimbangan antara pahala dan dosa dengan masa kerja yang diberikan Allah SWT pada kita.
                Visi, Misi dan jalan hidup beserta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membentuknya menentukan ruang gerak kehidupan kita. Selanjutnya, Alah SWT  memberikan kemampuan-kemampuan dasar pada manusia: fisik, intelektual dan spiritual. Kemampuan-kemampuan itu merupakan instrument dasar “bahan mentah” yang terbuka terhadap pengembangannya.
                Tidak ada instrument yang dapat membantu kita mengetahui awal ujung  dari kemampuan-kemampuan kita itu. Semua pengetahuan yang kita miliki tentang batas kemampuan kita- baik yang kita peroleh melalui test-test pengukuran potenti diri yang bersifat ilmiah, seperti psikotes, maupun pengalaman-pengalaman pribadi, sebenarnya selalu bersifat relative dan sementara. Sebab kemampuan kita bisa tumbuh kembang melalui usaha-usaha eksploitatif yang sadar, tetapi juga bisa tumbuh berkembang melalui stimulasi peristiwa atau lingkungan eksternal yang bersifat incidental atau permanen.
                Masalah misi kalau di gambarkan dengan gaya prosa seperti ini “ seluruh lembah, gunung, dan gurun telah aku lewati, pasti akan selalu kuingat sekaligus kubayangkan segenap strategi yang akan kugunakan, jika suatu saat saya berperang ditempat itu” itulah ungkapan sahabat Nabi Khalid bin Walid. Jadi segalanaya berawal dari Imanginasi. Bahkan temuan-temuan ilmiah selalu didahului oleh imaginasi; jauh sebelum pengujian laboratorium; jauh sebelum adanya perumusan teori. Maka, fiksi-fiksi ilmiah selalu menemukan konteksnya disini, bahwa mercusuar imaginasi telah menyorot seluruh wilayah kemungkinan, dan apa yang harus dilakukan kemudian tinggal membuktikan.
                Para pembisnis dan politik serta tokoh-tokoh menemukan kekuatan dari sini. Bahwa apa yang sekarang kita sebut visi dan kreativitas adalah ujung dari pangkal yang kita sebut imaginasi, seperti Bill Gates, Ciputra, maka anda akan menemukan seorang penghayal. Bacalah biografi John F. Kennedy atau Suekarno, maka anda akan menemukan seorang pengkhayal. Dalam dunia pemikiran, kebudayaan, dan kesenian, imaginasi bahkan menjdi tulang pungung menyangga kreativitas para pahlawan.
                Kekuatan imajinasi sesungguhnya terletak pada beberapa titik. Pertama, pada wilayah kemungkinan yang tidak terbatas, yang terangkai dalam ruang imajinasi. Itu membantu kita untuk berfikir holistic dan komprehenship, menyusun peta keinginan dan menentukan pilihan-pilihan tindakan yang sangat luas. Kedua, adalah optimisme yang selalu lahir dari luasnya ruang gerak wilayah kemungkinan serta banyaknya pilihan tindakan di segala situasi. Ketiga, imajinasi membimbing kita bertindak secara terencana oleh karena ia menjelaskan ruang untuk memberi arah bagi apa yang mungkin kita lakukan.
      Adapun langkah-langkah untuk mencapai visi dan misi kita antara lain:
    1.      Menyadari bukan memformulasikan.
    ·         Memahami
    ·         Menerima
    ·         Meyakini
    ·         Menyadarinya setiap saat.
    2.      Menentukan umur efektif :satu unit waktu kita sama dengan satu unit amal.
    3.      Mengembangkan kapasitas potensial secara berkesinambungan.
    4.      Menemukan momentum sejarah

    0 komentar:

    Posting Komentar